Pages

Rabu, 08 Mei 2013

Orphan Diseases (1)

PENYAKIT-PENYAKIT LANGKA DI INDONESIA

1. Sklerosis Multiple


Sklerosis multipel atau sklerosis ganda (bahasa Inggrisdisseminated sclerosis, encephalomyelitis disseminata, multiple sclerosis, MS) merupakan suatu kelainan peradangan yang terjadi pada otak dan sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh banyak faktor, terutama focal lymphocytic infiltration (sel T secara terus-menerus bermigrasi menuju lokasi dan melakukan penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap infeksi) dan berakibat pada kerusakan mielin dan akson.
Multiple sclerosis (MS) atau bisa juga disebut Diseminata encephalomyelitisadalah penyakit kronis pada sistem saraf pusat. Biasanya timbul dengan episodik neurologis defisit, yang, didalam perjalanan penyakit selanjutnya, pasien cenderung untuk tidak sembuh sepenuhnya, dan meninggalkan sisa defisit neurologis yang semakin parah dan dapat menyebabkan cacat semakin parah. Manifestasi klinis dari MS sangatlah beragam dikarenakan daerah infeksi yang berbeda dari SSP serta dipengaruhi juga oleh perjalanan penyakit ini. Pada awalnya, setiap peradangan yang terjadi berangsur menjadi reda sehingga memungkinkan regenerasi selaput mielin. Pada saat ini, gejala awal MS masih berupa episode disfungsi neurologis yang berulang kali membaik.
Walaupun demikian, dengan berselangnya waktu, sitokina yang disekresi olehsel T akan mengaktivasi sejumlah mikroglia, dan astrosit sejenis fagosityang bermukim pada jaringan otak dan sumsum tulang belakang, dan menyebabkan disfungsi sawar otak serta degenerasi saraf kronis yang berkelanjutan.
Secara klinis, akan terjadi akumulasi progresif seperti masalah penglihatan, kelemahan pada otot, penurunan daya indra, depresi, kesulitan koordinasi dan berbicara, rasa sakit dan bahkan kelumpuhan. Secara paraklinis, ditemukan defisiensi kompleks I rantai pernafasen di dalam mitokondria, dan terjadi kerusakan akson dan lebam pada otak dan sumsum tulang belakang akibat peradangan fase akut dan gliosis yang terjadi berulangkali pada akson dan gliaRasio IL-12 dan IFN-gamma dalam darah juga mengalami peningkatan.

2. Asidosis Tubulus Renalis

Asidosis tubulus renalis (bahasa InggrisRenal tubular acidosis, RTA) adalah suatu penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian tubulus renalis-nya. Menurut sejumlah literatur ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong penyakit langka, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis sering terlambat.
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang normal.
Menurut sejumlah literatur ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong penyakit yang jarang terjadi, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis sering terlambat. Namun menurut Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A (K), dokter spesialis gizi dan metabolik anak pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSCM Jakarta, pasien penyakit ATR yang dia ditangani semakin hari semakin banyak. Pada tahun 2005 saja, pasien ATR yang dia tangani ada sekitar 20-an orang anak. Dan setiap tahun angka prevalensinya senantiasa bertambah.
Penyakit asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak berikut:
  • Rendahnya kadar kalium dalam darah. Jika kadar kalium darah rendah, maka terjadi kelainan neurologis seperti kelemahan otot, penurunan refleks dan bahkan kelumpuhan.
  • Pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan pembentukan batu ginjal. Jika itu terjadi maka bisa bisa terjadi kerusakan pada sel-sel ginjal dan gagal ginjal kronis.
  • Kecenderungan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan)
  • Pelunakan dan pembengkokan tulang yang menimbulkan rasa nyeri (osteomalasia atau rakitis).
  • Gangguan motorik tungkai bawah merupakan keluhan utama yang sering ditemukan, sehingga anak mengalami keterlambatan untuk dapat duduk, merangkak, dan berjalan.
  • Kecenderungan gangguan pencernaan, karena kelebihan asam dalam lambung dan usus, sehingga pasien mengalami gangguan penyerapan zat gizi dari usus ke dalam darah. Akibat selanjutnya pasien mengalami keterlambatan tumbuh kembang (delayed development) dan berat badan kurang.

3. Sindrom Morquio

Morquio sindromadalah penyimpanan penyakitmukopolisakarida. Morquio sindrom adalah penyakit genetik metabolisme di mana tubuh hilang atau tidak memiliki cukup dari zat yang dibutuhkan untuk memecah rantai panjang molekul gula yang disebut glikosaminoglikan. Lisosom berfungsi sebagai unit pencernaan utama dalam sel. Enzim dalam lisosom memecah atau mencerna nutrisi tertentu. Pada individu dengan gangguan MPS, kekurangan atau kerusakan enzim lisosomal yang spesifik mengarah ke akumulasi abnormal karbohidrat kompleks tertentu di arteri, kerangka, mata, sendi, telinga, kulit, dan / atau gigi.
Akumulasi ini juga dapat predikat dalam sistem pernapasan, hati, limpa, sistem saraf pusat, darah, dan tulangsumsum. Kompilasi ini akhirnya menyebabkan kerusakan progresif pada sel-sel, jaringan, dan berbagai sistem organ tubuh. Penyakit ini diakui dalam dua tahun pertama kehidupan dan biasanya progresif sampai pertumbuhan tulang berhenti pada akhir masa remaja. Tulang tulang belakang yang berbentuk baji dan diratakan, dan kembali deformitas adalah umum, kompresi tali tulang belakang dapat terjadi jika deformitas kembali parah. Para kepala thighbones kecil dan cacat.
Kadang-kadang mengakibatkan dislokasi pinggul; knock-lutut dan pengembangan teratur tulang dipasangkan juga umum. Gejala lain melibatkan kornea berkabut dan malformasi peredaran darah. Gejala biasanya mulai antara usia 1 dan 3. Ada dua bentuk sindrom Morquio: Tipe A dan Tipe B. Orang dengan tipe A tidak memiliki substansi (enzim) yang disebut galactosamine-6-sulfatase. Orang dengan Tipe B tidak menghasilkan cukup enzim yang disebut beta galaktosidase. Sindrom ini diperkirakan terjadi pada 1 dari setiap 200.000 kelahiran. Sebuah riwayat keluarga sindrom meningkatkan resiko seseorang untuk kondisi tersebut.



Read More......