Pages

Selasa, 05 Juni 2012

Menilai atau Menghakimi (3)


BOLEHKAH ORANG KRISTEN MENGKRITIK???

                Kritik dan penghakiman seringkali disamakan. Padahal, tentu saja keduanya beda, meski perbedaan itu seringkali sangat tipis. Firman Tuhan berkata tegas tentang menghakimi, yakni agar kita ekstra hati-hati dan supaya kita menghakimi dengan adil, bahkan seringkali lebih baik tidak usah menghakimi sama sekali. Tapi, mengenai kritik, ayat-ayat seperti Amsal 17:5, 12:1, 15:5, dan 1 Korintus 15:1 serta 1 Timotius 4:6 mengatakan bahwa kritik, teguran, atau peringatan adalah hal yang positif. Nah, bagaimana agar kritik dan teguran yang kita sampaikan dapat tetap positif dan bukan lantas menjadi penghakiman yang tak adil?

Lemah Lembut dan Penuh Kasih
Rasul Paulus menasihatkan agar kita menunjukkan kesalahan (mengkritik) orang lain dengan lemah lembut dan penuh kasih (Gal. 6:1). Ketika hendak menegur kesalahan mereka, kasihlah yang harus lebih kita kedepankan. Ingat, bahwa kita menegur karena kita mengasihi. Jadi, jika teguran kita justru membuat ia merasa dibenci, dimusuhi, bahkan membuat kepahitan, kita perlu mengoreksi lagi cara kita menegurnya.

Motivasinya Benar
Motivasi seseorang mengkritik orang lain bisa bermacam-macam. Ada yang karena ingin merendahkan orang lain, ingin meninggikan diri sendiri, untuk kepentingan dirinya sendiri, menutupi kesalahan, tapi ada juga yang motivasinya untuk membuat orang lain menjadi lebih baik. Tentu, motivasi yang terakhir inilah yang harus menjadi tujuan kita (2 Timotius 2:24-26).

Tetap Rendah Hati
Memberi tahu apa yang benar, menunjukkan kesalahan orang lain, dll, tak jarang membuat kita merasa superior. Superioritas ini yang akhirnya membuat kita terjerat dalam dosa tinggi hati. Dan saat kita tinggi hati, mutu kritikan kita bisa jadi rendah. Itu sebabnya, jangan jadikan pengetahuan atau kedudukan kita yang lebih tinggi sebagai alasan kita mengkritik orang lain. Kasihlah yang harus tetap menjadi motivasi utama dan dasar kita dalam mengkritik (1 Kor. 8:1).

Tingkatan Mengkritik Menurut Alkitab
Di Matius 18:15-17, Yesus menjelaskan bahwa ada tahapan-tahapan dalam menegur seseorang. Tahap pertama adalah menegur empat mata. Jika ia masih melakukan, tahap kedua adalah menegur dengan membawa dua atau tiga saksi. Jika ia masih tidak berubah, teguran itu bisa disampaikan di depan jemaat (atau pihak-pihak yang berkompeten, misalnya jika di perusahaan, sampaikan pada pimpinan). Dan jika masih tidak diindahkan, Alkitab mengatakan supaya kita tinggalkan saja orang itu (Kis. 18:6).

Bisa Membaca Situasi
Situasi akan sangat memengaruhi respon orang yang akan menerima kritik. Karena itu, dalam mengkritik, supaya kritik itu efektif, perhatikan juga situasi sekitar, kondisi orang tersebut, waktu dan juga keadaan anda  sendiri waktu mengkritik. Saat keadaan tenang, sehat, kondisi hati yang sedang lapang (tidak sedang sedih, marah, dll), bahkan akrab dan bersahabat adalah waktu yang baik untuk menyampaikan kritik.

Kritik Perbuatannya, Bukan Dirinya
Inilah juga yang menjadi salah satu yang membedakan antara mengkritik dan menghakimi. Menghakimi seringkali merujuk pada pribadi seseorang. Sementara mengkritik lebih kepada sikap atau tindak-tanduk orang tersebut. Sekalipun yang kita kritik adalah sikapnya, tetaplah berfokus pada satu sifat yang kita kritik itu, jangan lantas menghubung-hubungkan dengan hal-hal lain seperti pendidikan, etnis, latar belakang, dll. Satu contoh, alih-alih menggunakan kalimat “kamu ini memang susah diatur” lebih baik gunakan “sikapmu yang seenaknya sendiri ini kurang baik jika terus dilakukan” misalnya.

Jangan Menuntut, Tapi Minta Kerjasamanya
Banyak orang mengkritik kemudian menuntut. Akibatnya, ada kalanya orang yang dikritik itu tidak terima karena ia merasa kalah dan harus menuruti kemauan orang lain. Nah, ada cara yang lebih baik dari itu. Ya, jangan menuntut, tapi ajaklah dia untuk bekerja sama. Jangan mengatakan “lain kali jangan lagi berbuat seperti itu!” tapi katakan “kita berharap semoga hal itu tidak terulang lagi.”

Dasarnya Jelas
1 Timotius 5:19 mengatakan “Janganlah engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga orang saksi.” Maksudnya, saat mengkritik seseorang atau saat hendak menunjukkan kesalahan orang lain, pastikan dasarnya jelas. Jangan hanya karena anda mendengar dari orang lain tentang si A melakukan sesuatu yang salah, lantas anda mengkritik dan menuduhnya macam-macam, tanpa lebih dulu bertanya pada yang bersangkutan secara langsung misalnya.

Tidak Membeda-bedakan
Banyak orang hanya mengkritik mereka yang secara status lebih rendah darinya saja. Tentu ini bukan berarti kita lantas menjadi tukang kritik sana-sini. Ketika melihat sesuatu yang tidak benar dilakukan oleh seorang yang statusnya di atas kita sekalipun (atasan, ortu, mertua, pimpinan rohani, kakak, dll), kita juga punya kewajiban untuk memperingatkannya. Tentu saja, cara yang kita pakai harus bijak dan memakai hikmat. Jangan sampai hal ini malah membuat anda menjadi sandungan bagi banyak orang.

Source: Spirit Handbook Mei 2012

Read More......

Menilai atau Menghakimi (2)


KETIKA KITA DIHAKIMI

                Banyak orang mudah menghakimi namun tidak suka dihakimi, mendapat label tertentu, menjadi korban stereotip, dll. Dihakimi memang tidak pernah menyenangkan. Karena itu, bagaimana sikap paling bijak saat kita dihakimi?

Abaikan Sikapnya, Temukan Intinya
Orang tidak suka dihakimi karena penghakiman yang diterima berupa penilaian negatif. Tapi jangan buru-buru menganggap semua penilaian negatif pasti adalah penghakiman yang tidak adil dan keliru. Demikian juga, kadang ada juga orang yang sikap, pemakaian kata, cara pengucapan, dll sepertinya penuh penghakiman, padahal apa yang disampaikannya mungkin saja ada kebenarannya. Jika kita begitu saja mengabaikannya, tentu kita sendiri yang rugi karena tidak bisa mengevaluasi diri atau bahkan menjadi anti kritik.

Tidak Perlu Diperpanjang
Dalam hidup ini, kadang berlaku prinsip tong sampah. Ada orang yang menjadi pembuang sampah keluhan, amarah dan penghakiman, ada juga yang menjadi tong sampahnya. Nah, jika kebetulan kita menjadi tong sampahnya, tidak perlu kita lalu berubah menjadi pembuang sampah. Jangan sampai hanya karena kita dihakimi kemudian kita pun merasa berhak menghakimi orang lain atau orang yang menghakimi kita itu.

Hargai Diri Sendiri
Jika anda bisa menghargai diri sendiri, menyadari potensi diri, bisa melihat diri sendiri secara objektif dan proporsional serta punya standar yang benar (firman Tuhan) dalam menilai segala sesuatu, maka penghakiman orang lain tidak akan membuat anda terpuruk. Jadi jangan hanya menilai diri berdasarkan apa kata orang saja, miliki juga penilaian diri sendiri dan lihat apa yang firman Tuhan katakan tentang diri anda.

Abaikan
Ada kalanya, penghakiman orang lain memang tidak perlu kita ributkan atau pikirkan. Nuh dan Nehemia melakukan cara ini. Mereka tidak izinkan penghakiman orang lain merusak atau mengganggu pekerjaan Tuhan yang sedang mereka lakukan. Namun, kita juga harus berhati-hati agar jangan sampai kita yang terlalu percaya diri, merasa bahwa kita sudah ada di jalan yang benar dan menganggap teguran Tuhan melalui ucapan orang lain itu sebagai penghakiman yang tidak adil.

Konfrontasi
Ketika menghadapi penghakiman dan tuduhan orang-orang farisi, Yesus beberapa kali mengkonfrontasi mereka (misalnya saat ia dituduh menyembuhkan dengan kuasa setan). Namun, harus diperhatikan bahwa ini baru boleh kita lakukan jika Allah memang menghendaki kita mengkonfrontasinya. Jangan kita justru menikmati saat berkonfrontasi dan berdebat dengan orang lain yang menuduh kita macam-macam.

Tetap Tenang
Saat mendengar atau melihat orang lain menghakimi, kita buru-buru meresponnya, terutama dengan marah. Memang sulit rasanya mendengarkan atau mengetahui orang lain mengatakan hal tentang kita yang kita rasa tidak benar. Namun, seringkali bersikap reaktif seperti ini justru bisa membuat masalah semakin besar. Tenangkan diri dulu, cari cara untuk bisa menanggapinya dengan bijak (bahkan bisa jadi cara terbaik justru dengan tidak usah menanggapinya).

Ampuni dan Doakan
Ini sulit tapi percayalah hasilnya pasti baik. Pengampunan itu sendiri akan membebaskan kita dari rasa dendam, marah, dan rasa tidak nyaman lainnya. Dan dengan berdoa, kita sudah mengikutsertakan Tuhan agar IA turut campur tangan dalam masalah ini.

Cari Teman Bicara
Jika anda sudah merasa sangat terganggu oleh penghakiman tidak benar yang orang lain katakan, cobalah bicara dengan orang yang anda percayai. Ceritakan masalah anda. Ini akan membantu anda melawan efek negatif penghakiman orang lain. Bahkan, bukan mustahil dari proses ini anda menemukan pencerahan di balik penghakiman orang tersebut.

Source: Spirit Handbook Mei 2012

Read More......

Menilai atau Menghakimi (1)


APAKAH SAYA MENGHAKIMI???

                Siapa orang yang paling sering menghakimi sesamanya? Jika menurut hasil pencarian Google, jawabanny justru orang-orang yang dikatakan religius. Betapa ironis sekaligus menyedihkan jika ini memang benar. Sementara Alkitab mengatakan agar kita yang rohani jangan mudah menghakimi, ternyata orang dunia menganggap kitalah yang suka menghakimi. Maka dari itu, sedapat mungkin hindari sikap menghakimi.

Menyadari Ketika Kita Mulai Menghakimi
Banyak orang Kristen tahu nasihat untuk tidak suka buru-buru menghakimi. Tapi terkadang kita tidak menyadari jika kita sudah menghakimi. Karena itulah, bedakan antara menghakimi dan memperingatkan/menegur, antara menghakimi dengan hanya berdasarkan subjektivitas dengan menghakimi secara adil.

Pahami Orang Lain
Daripada menghakimi, belajarlah lebih memahami orang itu. Sering terjadi, orang yang menghakimi orang lain justru sebenarnya tidak kenal diri orang yang dihakiminya itu. Miliki empati, tempatkan diri di posisi mereka, lihat secara lebih objektif.

Bicara Dari Hati ke Hati
Menghakimi bisa dan sering dilakukan secara sepihak dan tak terang-terangan (bukankah bergosip sering diwarnai hal ini?). itulah sebabnya, daripada berasumsi dan jadi menghakimi, lebih baik bicaralah dengan orang tersebut secara langsung. Dengan demikian, kita bisa tahu bagaimana duduk perkara sebenarnya dan bukan dengan menebak-nebak saja.

Banyak Mendengar, Tidak Buru-buru Menyimpulkan
Menghakimi seringkali diakibatkan oleh satu kebiasaan: tidak mau mendengarkan dan terburu-buru menyimpulkan. Hanya karena mendengar kutipan ucapan seseorang, kita buru-buru menyimpulkan tanpa melihat konteks dan alasan orang itu berkata demikian. Cepat mendengarkan, lambat berkata-kata (termasuk menyimpulkan) dan lambat marah (Yak.1:19), itulah rumus yang Firman Tuhan berikan.

Pilih Kata yang Tepat
Kata-kata yang kita pakai bisa sangat memengaruhi diri kita dan tentu saja orang yang mendengarnya, sehingga ia pun merasa dihakimi ketimbang dikritik. Kata-kata yang dimaksud seperti, kata yang menggeneralisasi seperti “selalu”, “tidak pernah”, dll. Juga kata-kata yang memberi label kepada orang lain, “Dia teman yang buruk”, “Kamu salah”, dll. Daripada memakai kata-kata yang seperti itu, berkatalah dengan mewakili diri sendiri. Contoh: “Saya tidak suka caranya memperlakukan orang lain”, “menurutku itu tidak tepat”, dll.

Menerima Perbedaan
Dalam Roma 14, Paulus menasihati para jemaat yang rupanya sudah jatuh ke dalam saling menghakimi. Ia berkata, tidak ada gunanya meributkan pendapat dan kebiasaan orang lain yang berbeda dengan anda (ay.1-3). Ya ini jelas sekali. Menerima perbedaan adalah kunci menghindari sikap suka menghakimi. Kurangilah meributkan perbedaan, dan perbanyak memahami satu sama lain.

Source: Spirit Handbook Mei 2012

Read More......