BOLEHKAH ORANG KRISTEN MENGKRITIK???
Kritik
dan penghakiman seringkali disamakan. Padahal, tentu saja keduanya beda, meski
perbedaan itu seringkali sangat tipis. Firman Tuhan berkata tegas tentang
menghakimi, yakni agar kita ekstra hati-hati dan supaya kita menghakimi dengan
adil, bahkan seringkali lebih baik tidak usah menghakimi sama sekali. Tapi,
mengenai kritik, ayat-ayat seperti Amsal 17:5, 12:1, 15:5, dan 1 Korintus 15:1
serta 1 Timotius 4:6 mengatakan bahwa kritik, teguran, atau peringatan adalah
hal yang positif. Nah, bagaimana agar kritik dan teguran yang kita sampaikan
dapat tetap positif dan bukan lantas menjadi penghakiman yang tak adil?
Lemah Lembut
dan Penuh Kasih
Rasul Paulus menasihatkan agar kita menunjukkan
kesalahan (mengkritik) orang lain dengan lemah lembut dan penuh kasih (Gal.
6:1). Ketika hendak menegur kesalahan mereka, kasihlah yang harus lebih kita
kedepankan. Ingat, bahwa kita menegur karena kita mengasihi. Jadi, jika teguran
kita justru membuat ia merasa dibenci, dimusuhi, bahkan membuat kepahitan, kita
perlu mengoreksi lagi cara kita menegurnya.
Motivasinya Benar
Motivasi seseorang mengkritik orang lain bisa bermacam-macam.
Ada yang karena ingin merendahkan orang lain, ingin meninggikan diri sendiri,
untuk kepentingan dirinya sendiri, menutupi kesalahan, tapi ada juga yang
motivasinya untuk membuat orang lain menjadi lebih baik. Tentu, motivasi yang
terakhir inilah yang harus menjadi tujuan kita (2 Timotius 2:24-26).
Tetap Rendah
Hati
Memberi tahu apa yang benar, menunjukkan kesalahan
orang lain, dll, tak jarang membuat kita merasa superior. Superioritas ini yang
akhirnya membuat kita terjerat dalam dosa tinggi hati. Dan saat kita tinggi
hati, mutu kritikan kita bisa jadi rendah. Itu sebabnya, jangan jadikan
pengetahuan atau kedudukan kita yang lebih tinggi sebagai alasan kita
mengkritik orang lain. Kasihlah yang harus tetap menjadi motivasi utama dan
dasar kita dalam mengkritik (1 Kor. 8:1).
Tingkatan Mengkritik
Menurut Alkitab
Di Matius 18:15-17, Yesus menjelaskan bahwa ada
tahapan-tahapan dalam menegur seseorang. Tahap pertama adalah menegur empat
mata. Jika ia masih melakukan, tahap kedua adalah menegur dengan membawa dua
atau tiga saksi. Jika ia masih tidak berubah, teguran itu bisa disampaikan di
depan jemaat (atau pihak-pihak yang berkompeten, misalnya jika di perusahaan,
sampaikan pada pimpinan). Dan jika masih tidak diindahkan, Alkitab mengatakan
supaya kita tinggalkan saja orang itu (Kis. 18:6).
Bisa Membaca
Situasi
Situasi akan sangat memengaruhi respon orang yang
akan menerima kritik. Karena itu, dalam mengkritik, supaya kritik itu efektif,
perhatikan juga situasi sekitar, kondisi orang tersebut, waktu dan juga keadaan
anda sendiri waktu mengkritik. Saat
keadaan tenang, sehat, kondisi hati yang sedang lapang (tidak sedang sedih,
marah, dll), bahkan akrab dan bersahabat adalah waktu yang baik untuk
menyampaikan kritik.
Kritik Perbuatannya,
Bukan Dirinya
Inilah juga yang menjadi salah satu yang membedakan
antara mengkritik dan menghakimi. Menghakimi seringkali merujuk pada pribadi
seseorang. Sementara mengkritik lebih kepada sikap atau tindak-tanduk orang
tersebut. Sekalipun yang kita kritik adalah sikapnya, tetaplah berfokus pada
satu sifat yang kita kritik itu, jangan lantas menghubung-hubungkan dengan
hal-hal lain seperti pendidikan, etnis, latar belakang, dll. Satu contoh,
alih-alih menggunakan kalimat “kamu ini memang susah diatur” lebih baik gunakan
“sikapmu yang seenaknya sendiri ini kurang baik jika terus dilakukan” misalnya.
Jangan Menuntut,
Tapi Minta Kerjasamanya
Banyak orang mengkritik kemudian menuntut. Akibatnya,
ada kalanya orang yang dikritik itu tidak terima karena ia merasa kalah dan
harus menuruti kemauan orang lain. Nah, ada cara yang lebih baik dari itu. Ya,
jangan menuntut, tapi ajaklah dia untuk bekerja sama. Jangan mengatakan “lain
kali jangan lagi berbuat seperti itu!” tapi katakan “kita berharap semoga hal
itu tidak terulang lagi.”
Dasarnya Jelas
1 Timotius 5:19 mengatakan “Janganlah engkau
menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga
orang saksi.” Maksudnya, saat mengkritik seseorang atau saat hendak menunjukkan
kesalahan orang lain, pastikan dasarnya jelas. Jangan hanya karena anda
mendengar dari orang lain tentang si A melakukan sesuatu yang salah, lantas
anda mengkritik dan menuduhnya macam-macam, tanpa lebih dulu bertanya pada yang
bersangkutan secara langsung misalnya.
Tidak Membeda-bedakan
Banyak orang hanya mengkritik mereka yang secara
status lebih rendah darinya saja. Tentu ini bukan berarti kita lantas menjadi
tukang kritik sana-sini. Ketika melihat sesuatu yang tidak benar dilakukan oleh
seorang yang statusnya di atas kita sekalipun (atasan, ortu, mertua, pimpinan
rohani, kakak, dll), kita juga punya kewajiban untuk memperingatkannya. Tentu saja,
cara yang kita pakai harus bijak dan memakai hikmat. Jangan sampai hal ini
malah membuat anda menjadi sandungan bagi banyak orang.
Source: Spirit Handbook Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar