APAKAH SAYA MENGHAKIMI???
Siapa
orang yang paling sering menghakimi sesamanya? Jika menurut hasil pencarian
Google, jawabanny justru orang-orang yang dikatakan religius. Betapa ironis
sekaligus menyedihkan jika ini memang benar. Sementara Alkitab mengatakan agar
kita yang rohani jangan mudah menghakimi, ternyata orang dunia menganggap
kitalah yang suka menghakimi. Maka dari itu, sedapat mungkin hindari sikap
menghakimi.
Menyadari Ketika
Kita Mulai Menghakimi
Banyak orang Kristen tahu nasihat untuk tidak suka
buru-buru menghakimi. Tapi terkadang kita tidak menyadari jika kita sudah
menghakimi. Karena itulah, bedakan antara menghakimi dan
memperingatkan/menegur, antara menghakimi dengan hanya berdasarkan
subjektivitas dengan menghakimi secara adil.
Pahami Orang
Lain
Daripada menghakimi, belajarlah lebih memahami
orang itu. Sering terjadi, orang yang menghakimi orang lain justru sebenarnya
tidak kenal diri orang yang dihakiminya itu. Miliki empati, tempatkan diri di
posisi mereka, lihat secara lebih objektif.
Bicara Dari
Hati ke Hati
Menghakimi bisa dan sering dilakukan secara sepihak
dan tak terang-terangan (bukankah bergosip sering diwarnai hal ini?). itulah
sebabnya, daripada berasumsi dan jadi menghakimi, lebih baik bicaralah dengan
orang tersebut secara langsung. Dengan demikian, kita bisa tahu bagaimana duduk
perkara sebenarnya dan bukan dengan menebak-nebak saja.
Banyak Mendengar,
Tidak Buru-buru Menyimpulkan
Menghakimi seringkali diakibatkan oleh satu
kebiasaan: tidak mau mendengarkan dan terburu-buru menyimpulkan. Hanya karena
mendengar kutipan ucapan seseorang, kita buru-buru menyimpulkan tanpa melihat
konteks dan alasan orang itu berkata demikian. Cepat mendengarkan, lambat
berkata-kata (termasuk menyimpulkan) dan lambat marah (Yak.1:19), itulah rumus
yang Firman Tuhan berikan.
Pilih Kata
yang Tepat
Kata-kata yang kita pakai bisa sangat memengaruhi diri
kita dan tentu saja orang yang mendengarnya, sehingga ia pun merasa dihakimi
ketimbang dikritik. Kata-kata yang dimaksud seperti, kata yang menggeneralisasi
seperti “selalu”, “tidak pernah”, dll. Juga kata-kata yang memberi label kepada
orang lain, “Dia teman yang buruk”, “Kamu salah”, dll. Daripada memakai
kata-kata yang seperti itu, berkatalah dengan mewakili diri sendiri. Contoh: “Saya
tidak suka caranya memperlakukan orang lain”, “menurutku itu tidak tepat”, dll.
Menerima Perbedaan
Dalam Roma 14, Paulus menasihati para jemaat yang
rupanya sudah jatuh ke dalam saling menghakimi. Ia berkata, tidak ada gunanya
meributkan pendapat dan kebiasaan orang lain yang berbeda dengan anda (ay.1-3).
Ya ini jelas sekali. Menerima perbedaan adalah kunci menghindari sikap suka menghakimi.
Kurangilah meributkan perbedaan, dan perbanyak memahami satu sama lain.
Source: Spirit Handbook Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar